Kamis, 24 Januari 2013

IMPLEMENTASI IMAN ISLAM DAN IHSAN DALAM BEKERJA


Pekerjaan adalah satu keperluan yang teramat penting bagi manusia. Kehidupan kita bergantung kepada kerja. Ini karena ia merupakan sumber ekonomi untuk keperluan. Pekerjaan juga boleh mengangkat status dan pengiktirafan seseorang individu dalam masyarakatnya. Selain itu, pekerjaan juga meletakkan nilai dan harga diri seseorang.
Agama sangat menggalakkan setiap penganutnya bekerja dan tidak meminta-minta. Ia merupakan tuntutan yang perlu dilaksanakan dengan jujur dan amanah. Dengan pekerjaan inilah kita dapat memberi nafkah untuk diri dan keluarga di samping membangun ekonomi bangsa serta negara. Spirit kerja akan muncul jika iman, islam dan ihsan benar-benar mengawal dinamika seseorang. Namun kurangnya kesadaran religius seperti ini, mengakibatkan hilangnya orientasi kerja yang utuh dalam segala dimensinya.


Iman adalah akar sikap hidup seorang muslim dalam segala dimensinya. Islam adalah perwujudan nyata dari janji dan komitmen seseorang dengan keimanannya. Sedangkan Ihsan diartikan sebagai pengawasan Allah Swt kepada hamba-Nya dan kondisi merasa diawasi diri hamba oleh Allah Swt. Hal ini dapat kita contohkan seperti sebuah cermin, di mana kita dapat melihat diri kita melalui cermin tersebut. Orang yang berbuat baik (muhsin) adalah orang yang dapat melihat Allah Swt baik melalui zat (nanti di hari kiamat) maupun sifatNya, dan apabila tidak bisa melihatNya maka yakinlah Allah Swt melihatnya. Dengan demikian, muraqabah yaitu perasaan diri diawasi oleh Allah Swt dalam segala hal, termasuk bekerja-merupakan hal penting dan utama untuk dilakukan karena muraqabah adalah merupakan ihsan itu sendiri.
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah, dan akhlak. Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh Allah, minimal akan membuatnya dapat menunaikan semua ibadah dengan sungguh-sungguh dan baik.
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri/suami dan bekerja. Oleh karena itulah Rasulullah Saw menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.
Dalam bekerja, seharusnya kita bekerja secara Ihsan. Bekerja secara ihsan adalah bekerja dengan ikhlas, bekerja dengan mengharapkan pahala dan ridha dari Allah Swt. Seorang yang bekerja secara ihsan akan melaksanakan pekerjaannya dengan sepenuh hati, baik ketika berada di halayak ramai maupun ketika berada sendirian sehingga dia

boleh menghasilkan yang terbaik. Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang yang diperoleh dari hasil ibadahnya, maka kita akan menemukannya dalam muamalah kehidupannya. Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.
Kesimpulannya, ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.

========

Referensi
1. Nadim al-Jisr, Qishshatul Iman (Kisah Mencari Tuhan), (Jakarta; Bulan Bintang, 1963)
2. Abduh, Muhmmad. Tafsir Alquran al-Karim. Diterjemahkan oleh Bagir dengan judul Tafisr Juz Amma. Cet. I; Bandung: Mizan, 1998.
3. Al-Aqqad, Mahmud Abbas. Manusia Diungkap Qur'an, Cet. III; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993.
4. Ari, Anwar. Akhlak Alquran. Cet. I; Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
5. Al-Ashfahâniy, Al-Râgib. Mufradât Alfâzh al-Qur‟ân, (Cet.I; Beirut: Dâr al-Qalam, 1992.
6. Asyarie, Sukmadjaja dan Rosy Yusuf. Indeks Alquran. Cet. III; Bandung: Pustaka, 1996.
7. Al-Bukhari, Abu Abdillah Ibn al-Mugirah al-Bardizbat. Shahih al-Bukhari, juz II dan IX. Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.
8. Fatah, Abd. Kehidupan Manusia di Tengah-tengah Alam Materi. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1995.


Kepanitiaan BKM Mesjid Al-Hikmah

SUSUNAN PENGURUS DKM MESJID AL-HIKMAH
KANTOR TELKOM SUPRATMAN BANDUNG


Penasehat
:
Binuri
Ketua
:
Asep Tatang
Sekretaris
:
Supriatna Abubakar
Bendahara
:
Ucu Mulyati

Koordinator Peribadatan
:
Tubagus Syamsudin

Anggota
:
1.
Minaryo


2.
Surtiniwati


3.
Helmut Prayuga

Koordinator ZIS
:
Sugeng Setyawan
Anggota
:
1.
Achmad Haryadi


2.
Dyah Tunjungsari

Koordinator PHBI
:
Ahmad Hunen
Anggota
:
1.
Supriyati Nur Asiyah


2.
Pahruddin Sihaloho


3.
Rujuk


4.
Ridwan Noor Muchlis


5.
Djadajatsjah

Koordinator Sarana
:
Hadi Suyono
Anggota
:
1.
Asep Suryana


2.
Fahmi Firdauz


3.
Ramlan Nasution


4.
Asep Sajidin